Kamis, 31 Maret 2011

Rekam Kegiatan Diskusi Rutin ke-2

STRATEGI PEMENANGAN PEMILU
Graha Sidomulyo, Hotel Santika, Yogyakarta
Selasa, 7 Oktober 2008

Sekretariat Forum Politisi (FP) Yogyakarta melaporkan kegiatan 3 bulan terakhir sejak peluncurannya (14 Juni 2008) dengan menemui sejumlah kalangan politisi di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota serta para pimpinan/pengurus organisasi Partai Politik. Mengumpulkan masukan, isu-isu tematik, fokus perhatian, dan agenda yang sedang disorot politisi dan Parpol. Diskusi reguler bertajuk “Strategi Pemenangan Pemilu” ini diantarkan Warsito Ellwein (FNS-Indonesia) dengan presentasi 15 menit dan diskusi floor 120 menit dalam tiga termin sesi diskusi. Berikut ini beberapa pokok gagasan terlontar oleh Forum antara lain:
  • Siasat mememangkan pemilu ialah kerja keras dan strategi yang benar. Ada 4 faktor kunci, yaitu regulasi (internal Partai dan eksternal seperti UU No.10/2008, Peraturan KPU, dll.), fakta diri, fakta pesaing, dan fakta lingkungan. Termasuk meliputi peta demografi, citra diri, program dan waktu, yang semuanya dimiliki setiap politisi. Strategi pemenangan pemilu merupakan model yang berlaku bagi sebuah tim. Fakta diri penting melihat siapa saya, apa kompetensi saya, apa yang bisa saya lakukan, apa komitmen saya terhadap pemilih di dapil, dll. Fakta pesaing lebih rumit di internal daripada eksternal Partai. Tetapi dalam adu saing kandidat, Partai harus untung jangan sampai bersaing ketat tetapi malah Partai tidak dapat kursi. Pemetaan pesaing diperlukan melihat potensi celah yang tersedia. Fakta lingkungan menyangkut peta politik dari hasil pemilu 1999, 2004, pilkada-pilkada yang dapat mendeteksi di mana dan berapa anggota dan simpatisan Partai. Harus dievaluasi faktor penurunan dan kenaikan suara. Peta demografi terkait struktur masyarakat guna keperluan target pemilih, misal tipologi termasuk pemilih loyal, pemilih mengambang, atau pemilih pemula. Waktu panjang berkampanye memungkinkan kita menjajaki strategi eksperimen. Tahapannya adalah dikenal, dicintai, didukung dan dipilih. Mobilisasi pemilih dan pengamanan suara sangat penting menjelang hari-H. Siapa tim kita yang akan mengurusnya. Daftar pemilih tetap harus difotocopy dan didistrubsikan ke pendukung kita. Sebab segala sesuatu dapat terjadi dan belum tentu menguntungkan.



  • Era kampanye panjang selain beresiko biaya mahal sejak tahap persiapan hingga pelaksanaan, juga dapat terjadi “saling injak” sesama internal Partai walau tidak harus dianggap musuh karena tetap saja ada Partai menghitung berdasar perolehan kumulatif. Bagaimana caranya mengundang atau mendatangi untuk menyampaikan visi misi? Kalau menang saya akan melakukan apa? Menjalankan pengawasan apa? Bukan deal proyek kandidat dalam bursa spekulasi politik.


  • Moral etik politisi rentan diwarnai money politics yang juga kadung membudaya di masyarakat. Bahkan, ada istilah “Politik itu apa-apa boleh yang tidak boleh adalah kalah”. Fakta diri politisi penting terkait kiprahnya di masyarakat dan bilamana perlu terlibat ke banyak organisasi/perkumpulan. Uang memang diperlukan, tetapi tidak menjadi segala-galanya dan harus pandai mengelola pengeluaran secara efisien agar tidak kehabisan “nafas”. Ada istilah terlontar, kiatnya “3 F”. Ialah Familly, Favorit, dan Fulus. Bersilaturahmi secara kekeluargaan kepada konstituen, lalu mengusahakan agar favorit atau dikenal, dan terakhir baru uang.



  • Forum Politisi (FP) Yogyakarta dikehendaki berlangsung reguler dan intensif sebagai media komunikasi antarpolitisi. Diskusi-diskusi FP dapat dioptimalkan sehingga tak perlu menguras waktu dan pikiran dalam perdebatan nantinya di DPRD. Bagi politisi yang gagal dalam pen-caleg-an Partai akan lebih baik tetap berkomunikasi dengan kawan yang terpilih duduk di parlemen. Komunikasi ini sekaligus back-up dan support dari luar terhadap proses-proses parlementarian. Apalagi setiap kandidat umumnya memiliki komunitas. Bahkan kepada FNS diharapkan dapat membantu mendorong penguatan kapasitas calon politisi, terutama misalnya bagi politisi perempuan (ini usulan PDIP). 



  • Materi bahasan FP kiranya menambah bahan training kampanye Partai kami (ini dari PKS).  FP sebaiknya memiliki etika moral bersama sebagai pengikat nilai bagi politisi agar tidak memainkan money politics. Kita sampaikan ide bahwa seharusnya Parpol merasa malu bila pertama-tama meminta duit dari para kandidat, dan kedua membiarkan kandidat mencari biaya sendiri untuk membiayai kampanyenya. Sebab kerja politik adalah kerja tim.



  • Struktur organisasi tim pemenangan seharusnya meringankan kandidat namun acapkali malahan kita dipusingkan dengan tim kita. Bagaimana rekruitmen dan organisasi kerja yang baik, tentu lebih diperkaya oleh pengalaman antar politisi sendiri lewat sharring FP ini. Sebagai the art of politics, hal utama adalah bagaimana meyakinkan orang agar percaya dengan ide kita dan mau membantu kita. Meyakinkan agar bersedia menjadi pendukung kita sekalipun tanpa langsung berbicara kepadanya. Termasuk, tidak terjebak soal dana apakah harus berasal dari kantong sendiri?



  • Akibat pragmatisme politik tak terhindarkan adanya kecenderungan titik jenuh masyarakat untuk berpartai dan berpolitik secara struktural. Tugas politisi itu menciptakan trust, memiliki mimpi membangun Partai lebih tahan lama dan ideologis sebagaimana diperlihatkan politisi zaman dulu. Tapi sekarang ini, pengaruh kuasa (power) dalam rekrutmen politik dan mobilisasi suara digerakkan oleh uang. Memang, semua Partai kelihatan baik dan selalu mengatasnamakan berjuang demi rakyat. Maka dalam iklim aristokrasi politik ini seharusnya kalau ada yang berbuat “curang” harus segera Partai memecatnya.


  • Ada pertanyaan, apakah di Jerman ada protokol pembatasan sumber pembiayaan Parpol? Ternyata di Jerman biaya pemenangan ditanggung Partai, dan sirkulasi uang selalu lewat Partai, sehingga pengelolaan laporan dituntut lebih transparan. Setiap Parpol memiliki Yayasan (stiftung), dan di Indonesia ada 4 yayasan yang berafiliasi dengan Parpol di Jerman. Ialah Friedrich Naumann Stiftung/FNS afiliasi Partai Demokrat Bebas (FDP), Friedrich Ebert Stiftung/FES afiliasi Partai Sosial Demokrat (SPD), Konrad Edenauer Stiftung/KAS afiliasi Partai Kristen Demokrat Union (CDU), dan Hans Seidel Stiftung/HSF afiliasi Partai Kristen Sosial Union (CSU) dari negara bagian Bavaria. FNS berdiri tahun 1958 dan ada di Indonesia sejak tahun 1969 dengan telah bekerja sama banyak pihak, seperti YLBHI, LP3ES, YPBHI, dll. Kini fokus utama FNS ada 3 cakupan, yakni penguatan Parpol dan parlemen, good governance, dan politik lokal. @ms


Tidak ada komentar:

Posting Komentar