Kamis, 31 Maret 2011

Rekam Kegiatan Diskusi Rutin ke-3

PEMILIH PEMULA DAN PELUANG POLITIK LOKAL
Graha Sidomulyo, Hotel Santika, Yogyakarta
Sabtu, 1 November 2008
 
 
Hadir dalam diskusi ini 57 orang dari 15 Partai Politik (PG, PD, PDIP, PKB, PKS, PAN, PPP, PBR, PDK, PMB, PKNU, PPRN, PDP, Gerindra, dan Hanura). Peserta terdiri dari kalangan legislatif tingkat Kabupaten dan Kota, pengurus Dewan Pimpinan Partai tingkat Provinsi dan Kab/Kota, serta para Caleg lintas partai untuk Pemilu 2009. Anggota DPRD Prov. DIY berhalangan hadir mengingat bersamaan waktu dengan agenda Rapat Paripurna. Hadir juga seorang anggota KPU Provinsi.

Acara diantarkan oleh Hari Subagyo, mewakili Sekretariat Forum Politisi (FP), menjelaskan
proses kerja Sekretariat, perlunya komunikasi dua arah antarpolitisi dari dan ke Sekretariat (via email, SMS, faksimile, telepon), baik menyangkut pilihan tema, narasumber, waktu, dan tempat. Kesemuanya didasarkan kebutuhan prioritas apa yang dikehendaki politisi itu sendiri, dan petugas Sekretariat sebagai relawan akan mengarahkan fasilitasinya bersama Friedrich Naumann Stiftung (FNS) Indonesia, selaku supporting system kegiatan FP. 

Acara dimulai dengan pemutaran film dokumenter berdurasi 10 menit (di tengah rehat coffee morning) —sebuah dokumentasi film tentang ”Debat Politik dan Konstitusi” Kalangan Pelajar SLTA dan Santri se Karesidenan Pati (Jateng), sebagai referensi trend harapan pemilih pemula. 

Mengawali sesi diskusi ditampilkan 2 orang pemilih pemula memberikan apresiasi bebas, spontan dan independen tentang politik, parpol, pemilu 2009, dan parlemen. Mereka adalah Nina Nurjanah (siswi kelas XII SMKN 7 Yogyakarta) dan Adi Putranto PWT (siswa kelas XII SMAN 1 Pajangan, Bantul), yang mengisyaratkan lingkungan demografi suara pemilih dari perkotaan dan perdesaan.  

Diksusi reguler ini menghadirkan 2 narasumber, yakni Bambang Kusumo Prihandono (Kepala Laboratorium Sosiologi UAJY) yang tengah melakukan penelitian/pooling terbatas tentang pemilih pemula dan Rainer Heufers (pengganti Frank Schuster yang sakit yang masih berada di Jerman, tapi ia mengirim makalah), yang memiliki kompetensi dalam penggalangan suara pemuda partai di Jerman di mana Heufers sekaligus juga Project Director FNS-Indonesia.

Beberapa pokok pikiran yang tersaji dalam floor diskusi, antara lain:
  • Strategi meraih suara pemilih pemula harus memperhatikan target group yang beragam karakter, misal kelompok hobi (fans/suporter kesebelasan tertentu, penggemar sepeda, penggemar musik, dll). Secara sosiologis mereka adalah pemilik suara (voters) yang cair, sedikit longgar, tidak terlalu fanatis, namun juga terkadang memiliki lingkungan jaringan dengan rantai mesin parpol di akar rumput.
  • Kaum muda memiliki potensi bagi pembaruan parpol sehingga menjadi arena ”rebutan” partai mulai dari perekruitan kader sampai suara untuk caleg. Dari riset narasumber, disebut bahwa 80 persen responden menjawab mereka mengetahui parpol dari media, sisanya mereka tahu dari teman, keluarga, dan sosialisasi kader. Gejala mediatisasi politik ini tak hanya menempatkan parpol sebagai institusi formal-parlementer, namun sekaligus menimbang citranya di ruang publik yang baru (arena negosiasi berbagai kepentingan). Menurut riset ini, ada 80 persen responden tidak mengenal caleg daerah sendiri dan yang kenal berkisar 10 persen. Alasan ketidak-tahuan kaum muda beragam, mulai dari ”emang gue pikirin!” sampai agak serius ”tiadanya aksi sosialisasi caleg pada kaum muda”. Sebagian besar responden (90 persen) belum memutuskan memilih parpol dan caleg, dan hanya 5 persen menyatakan sudah menjadi anggota partai. Peringkat pertama caleg ideal menurut responden (65 persen) menunjuk aktivis sosial politik, seperti LSM, demonstran, aktivis mahasiswa, yang mengalahkan caleg kalangan artis dan kader partai. Yang diidealkan lainnya adalah tokoh masyarakat yang jujur dan bebas dari korupsi. Kekhawatiran besar responden utamanya ”tidak mewakili kepentingan rakyat” (43 persen) dan ”korupsi dan hanya mencari nafkah” (35 persen). Idealisasi dan kekhawatiran sesungguhnya mencerminkan mau pula ”berkenalan” dengan para caleg melalui ”dialog langsung” (43 persen), mengadakan acara bersama kaum muda (30 persen), dan sisanya boleh lewat ”iklan media” (19 persen).   
  • Pendekatan maju dengan melibatkan kalangan pemilih perdana (usia 17-23 tahun) dalam kegiatan kepartaian maupun kampanye kandidat yang lebih kongret dan realistis. Ini menjadi bagian penerjemahan gagasan (”ideologi”) parpol sehingga golongan segmen pemilih ini tak hanya memperoleh informasi berbasis media (iklan politik) baik di TV, Radio, Koran, yang cenderung manipulatif. 
  • Sebagai unsur dari basis sosial parpol, pemuda memang mengalami pengelompokan atas dasar pilihan tokoh dan lingkungan. Karakter pemuda di perdesaan dan perkotaan mungkin memiliki psiko-sosial yang berbeda, yang tak kesemuanya bahkan mampu dijangkau oleh struktur mesin parpol. Sehingga pemilih pemula akan lebih cenderung ke arah pragmatis.
  • Penghitungan jumlah pemilih (misal, DCT) apalagi berdasar kelompok usia dan domisili kewilayahannya (misal, di dapil-dapil), belum sepenuhya terkelola dalam sistem pendataan kependudukan yang akurat. Hal ini mungkin berbeda dengan di negara maju, umpamanya di Jerman.  
  • Di DIY pada Pemilu 2004 diperkirakan ada 22 – 25 persen pemilih pemula dari total pemilih. Menurut keterangan anggota KPUD, diperkirakan untuk Pemilu 2009 bisa jadi tak lebih dari 20 persen oleh akibat berbagai macam faktor. Oleh karenanya, pihaknya berencana mengadakan debat kandidat di mal-mal agar pemilih tertarik sebagai mekanisme sosialisasi publik.
  • Dalam pengalaman Jerman, pendirian organisasi Pemuda Demokrat Bebas (JuLis) diinisasi oleh para pemuda anggota Partai Demokrat Bebas (FDP), namun baru dinyatakan sebagai Sayap Pemuda Partai di tahun 1983. Anggota JuLis juga harus menjadi anggota FDP. Titik berat JuLis terkait isu mengatasi problema masa depan, seperti soal kesehatan, pendidikan, kebudayaan, homoseksual dan lesbian, polik dalam negeri dan hukum, ekonomi dan keuangan, politik internasional, lingkungan hidup, infrastruktur dan inovasi.@ms

Tidak ada komentar:

Posting Komentar